Ketika tapak mencari jejak Setapak jejak mulai terlukiskan Kepada jejak lama kita kenangkan dalam tapak kepada tapak yang lalu kita hilang diembusan senja
saat malam tiba sebahagian kita menatap bintang-gemintang dalam harap tanpa pernah mengerti asal kegelapan disisinya tanpa pernah mengerti asal kelam dari gelapnya malam ketika kelam menyapa dalam sepi sebagian dari jiwa yang tersembunyi kembali berbisik, takut menyerapah kekelaman, sungguh naif sedang belati masih memainkan lagu klasik, menelusuri simfoni
I Adakah kau tahu, akan penantian? Wajah atas waktu yang tertinggal, walau sekadar untuk melihatmu? Sekiranya kaupahami akan goresan waktu, ini Maka mungkin, tak sedikit usaha kaucoba meski kadang kuyu diantara malam Kepada engkau yang sedang menunggu tanpa rasa pun tanpa harap, bergegaslah Sebab waktu ini sedang melamar musim yang akan datang
Liebster award? awalnya saya pikir ini adalah sejenis kompetisi menulis cerpen atau esai, mengingat ada kata awar-award gitu tapi setelah saya di tag oleh kak Kartina , akhirnya saya tahu kalau ternyata ini bukan kompetisi...^_^ dan lagi, menurutku liebster award ini cukup menarik, untuk itu saya ucapkan terima kasih banyak
I Tangis kita ini jelmaan harapan Harapan yang tumbuh dalam masa Harapan tulus, ikhlas dan haru Mulanya kita mendengar kemudian melihat Dalam masa Hati kita belajar mengenal harap, nama dan berjumpa rasa
Sungguh, rasanya miris, pahit sekaligus kecut rasanya ketika saya harus memilih kata pertama untuk tulisan ini. Namun nyatanya kata-kata secara perlahan mulai terangkai. Menyoal kepada sastra. Sebenarnya ini hal ini mungkin sudah mewabah dikalangan penulis muda, iaitu terkait kesejatian dari sastra itu sendiri.
Hari itu, masih aku ingat Kau tak berkata sedikitpun Kau hanya datang berwajah pasi Menitikkan air mata bersama mega yang semilir Daun randu kau titip, bagiku lebih dari cukup