Langsung ke konten utama

Sastra tong kon tong

           Sungguh, rasanya miris, pahit sekaligus kecut rasanya ketika saya harus memilih kata pertama untuk tulisan ini. Namun nyatanya kata-kata secara perlahan mulai terangkai.

          Menyoal kepada sastra. Sebenarnya ini hal ini mungkin sudah mewabah dikalangan penulis muda, iaitu terkait kesejatian dari sastra itu sendiri.
Beberapa orang mungkin berpendapat sastra adalah tulisan, dan mungkin inilah adanya penulis muda memahaminya. Salahkah pemahaman ini? Jika pertanyaan demikian, maka saya akan menjawab ya! mengapa, sebab rasanya rasanya terlalu naif untuk menjawab tidak.
       Selama ini, banyak penulis muda yang mamahami sastra hanya berbatas pada penyusunan kata-kata yang indah untuk kita dengarkan atau kita baca saja. Sejauh yang saya pahami, pengertian-pengertian sastra selama ini sebenarnya bukanlah suatu kesalahan, hanya saja, mungkin pengertia-pengertian tersebut mungkin akan lebih bijak ketika kita sebut sebagai petunjuk. Tidakkah cukup kata "sastra" menjadi tamparan ketika seorang penulis menjadi sosok yang haus pujian atas tulisannya? . Tidakkah kita bisa membaca petunjuk-petunjuk yang ada kemudian memaknainya lebih dalam lagi? .


         Betapa banyak orang yang selalu mengasumsikan sastra sebagi keindahan dalam berbahasa namun tidak memahami dan memaknai esensi dari kata indah itu sendiri. Yah, memaknai esensi keindahan sastra bukan dari segi tampilan fisik teks dengan setumpuk kata-kata yang kemudian kita harap mendatangkan pujian. Sungguh jauh dari itu semua, sastra begitu sakral hingga menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan, begitu besar hingga mampu menaungi segala rasa dan begitu luar biasa hingga menjadi pengaruh terbesar dalam peradaban.
        Sudah bukan rahasia lagi, bahkan sejak berabad lalu sastra selalu menjadi pemenang dalam hal apapun bahkan dalam peperangan sekalipun. Sastra telah menjelma dalam hati setiap manusia menjadi panduan, menjadi ilham bagi yang mampu memahaminya dengan kemurnian dari semesta alam dan dari jagad raya dalam hati kita.

          Jika demikian, layakkah "tulisan-tulisan" kita disebut sebagai karya sastra dan memiliki sense sastra? ataukah tulisan kita selama ini tidak lebih dari susunan kata-kata apik namun sama sekali tidak memiliki "rasa" dan "ruh" dari sastra itu sendiri? jika demikian halnya, maka layaklah tulisan kita disebut sebagai "sastra tong kon tong" atau sastra yang terbentuk indah rapi namun maknanya adalah kosong seperti tong. Meski demikian bukankah masih lebih baik memiliki tong kosong daripada tidak memiliki sama sekali, dan tentu saja kita sudah harus mulai mengisi tong-tong itu agar tidak menjadi karya yang mendapat banyak "pujian" teknis tetapi tidak memiliki "rasa". Terlepas dari segala imaji, rasanya sungguh kecut mendengar bahwa " ternyata rasa sanggup direvisi" .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan

Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menempuh jarak Entah itu jarak dari langkah ke langkah Jarak nafas ke nafas Jarak waktu ke waktu atau jarak rindu ke rindu Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menjejaki janji Entah itu janji dari batas ke batas Janji temu ke temu Janji benam ke benam matahari atau janji dari harap ke harap Dalam banyak perjalanan, kita banyak terhenti Entah itu henti lelah ke lelah Henti payah ke payah Henti luka ke luka atau henti dari sejenak ke selamanya Bukan karena tak lagi ingin; Hanya saja jarak, janji, dan perhentian tak selalu serindu, seharap, dan sekekal waktu Makassar, 11 Maret 2019

Surat; Menemukan Kalimat Terindah

   Bismillahirrahmanirrahiim. Ada begitu banyak tanya menggelayut dibenakku. Ya, kebanyakan tentang takdir. Konsep mengenai takdir sebenarnya tak ada; "semua peristiwa adalah apa adanya, dengan korelasi aksi-reaksi" juga kerap datang menyapa imaji.

Suatu Ketika

Pada suatu ketika, akan tiba masanya I Pada suatu ketika kita berjumpa, akan tiba masanya perpisahan II Pada suatu ketika kita saling merindu, akan tiba masanya kita saling mengenang III Pada suatu ketika kita saling memberi arti, akan tiba masanya kita dalam hilang IIII Pada suatu ketika segala sesuatunya bisa terjadi, akan tiba masanya mencari dalam ingatan menjadi sukar IIIII Pada suatu ketika kita telah hilang, temukanlah kita dalam ingatan masing-masing VI Ya, pada suatu ketika; saat ini, akan tiba masanya; yang tak jauh dari hari ini Makassar, 12 Maret 2019