Langsung ke konten utama

Postingan

Surat; Menemukan Kalimat Terindah

   Bismillahirrahmanirrahiim. Ada begitu banyak tanya menggelayut dibenakku. Ya, kebanyakan tentang takdir. Konsep mengenai takdir sebenarnya tak ada; "semua peristiwa adalah apa adanya, dengan korelasi aksi-reaksi" juga kerap datang menyapa imaji.
Postingan terbaru

Efek Root "SEXY Killer"

Bismillah. Tak akan berpanjang lebar. Viral banget, ya? Jelas viral Film semi dokumenter ini menjadi bahasan jagad sosial media, kaum milenial khususnya. Tanggapanku soal film ini bagaimana? Untuk pengambilan gambar cukup bagus, sound qualitynya juga lumayanlah, untuk permainan narasinya juga bisalah mendapatkan nilai 6 untuk skala 1 sampai 10. Tetapi tidak secara data. Sudah jelas, segala sesuatu memiliki tujuan. Untuk seorang milenial atau pemilih tetap usia muda, tentunya film ini akan menjadi primadona dalam khazanah berfikir, karena seolah "meembuka mata dan membongkar fakta". Data adalah fakta, dan fakta adalah data. Data, dan fakta adalah sesuatu yang bersifat majemuk, saling terkait satu dan lainnya. Data akan selalu menyajikan kebenaran, dan kebenaran akan selalu menjadi bagian dari data. lantas dimana letak kesalahan dari Film ini? Dibandingkan menyebutnya sebagai karya yang gagal, saya mungkin akan menyebutnya sebagai pewajahan yang gagal.

Generasi Bangkit

Sudah terlalu banyak cibiran. Bukan dari luar, tetapi dari bibir kita sendiri. Sudah terlalu banyak keluh. Bukan dari luar, tetapi dari kelakuan sendiri. Saatnya untuk berkarya sudah tiba. Membenahi diri, dari hari ke hari, dari masa ke masa, dan dari generasi ke genarasi. Apa yang terjadi saat ini bukanlah kesalahan dari pendahulu, bukan pula utang generasi kita, terlebih warisan untuk penerus kita. Kita sedang menghadapi tantangan terbaik, sekaligus tantangan terbesar untuk menunjukkan eksistensi, jati diri kita yang sebenarnya. Sudah saatnya mata dunia memperhatikan dan memasukkan masa ini dalam catatan sejarah. GENERASI TERBAIK dari bangsa Indonesia TELAH LAHIR . Bergegaslah, sambut tanganku, pundakku ada untuk memapahmu, kakiku hadir menyokongmu, dan kita semua hadir untuk menebar inpiras inspirasi, karya, dan inovasi. Sudah saatnya bagi kita untuk ikut mewarnai prestasi kelas dunia, dan merajai hari-hari merdeka yang sebenarnya. Sudah saatnya kita berkarya, seka

Program Kartu Hebat Jilid 2

  Photo dari laman detik.com Bismillah. Menggelitik selama kurang lebih lima tahun, dan masih berencana menggelitik untuk lima tahun berikutnya. Dan memang menggelitik. Saya benar-benar tidak habis berpikir, atau memang pemikiran sudah tidak lagi menjadi instrumen dalam menakar hal-hal paradox. Oh ia, saat ini saya sedang membahas tentang fenomena upaya perampasan hak-hak masyarakat luas, yang kemudian dikemas dalam bentuk program kerja unggulan. Tanpa perlu berpanjang lebar, yang saya maksudkan adalah program kartu-kartu sakti dari rezim saat ini. Jika anda adalah pendukung paslon 01, jangan menafsirkan secara praktis bahwa saya adalah pendukung 02. Catat. Kita lanjutkan. Dalam safari kampanyenya, ada salah satu pasangan yang begitu gemar memamerkan kartu-kartu tolol (saya kehabisan kosa kata untuk kartu ini, maaf) sebagai program unggulan. Loh, itukan kartu untuk rakyat, maka praktis yang diuntungkan adalah rakyat? Kalau anda rakyat yang tolol, maka

Suatu Ketika

Pada suatu ketika, akan tiba masanya I Pada suatu ketika kita berjumpa, akan tiba masanya perpisahan II Pada suatu ketika kita saling merindu, akan tiba masanya kita saling mengenang III Pada suatu ketika kita saling memberi arti, akan tiba masanya kita dalam hilang IIII Pada suatu ketika segala sesuatunya bisa terjadi, akan tiba masanya mencari dalam ingatan menjadi sukar IIIII Pada suatu ketika kita telah hilang, temukanlah kita dalam ingatan masing-masing VI Ya, pada suatu ketika; saat ini, akan tiba masanya; yang tak jauh dari hari ini Makassar, 12 Maret 2019

Perjalanan

Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menempuh jarak Entah itu jarak dari langkah ke langkah Jarak nafas ke nafas Jarak waktu ke waktu atau jarak rindu ke rindu Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menjejaki janji Entah itu janji dari batas ke batas Janji temu ke temu Janji benam ke benam matahari atau janji dari harap ke harap Dalam banyak perjalanan, kita banyak terhenti Entah itu henti lelah ke lelah Henti payah ke payah Henti luka ke luka atau henti dari sejenak ke selamanya Bukan karena tak lagi ingin; Hanya saja jarak, janji, dan perhentian tak selalu serindu, seharap, dan sekekal waktu Makassar, 11 Maret 2019

Mari "Merdeka"

Bismillahi rahmaani rahiim. Sedikit terlambat memang, saat membuat ulasan soal kemerdekaan. Dari tahun ke tahun, gelaran kemerdeaan semakin megah dan nampak hikmad. Tak sedikit media menayangkan detik-detik pengibaran bendera negara kita. Tapi fokus kali ini bukanlah pada upacaranya, melainkan pasca perhelatan tersebut. Sudah menjadi bahan perbincangan hangat dikalangan masyarakat soal "sudakah kita merdeka?" atau "benarkah kita merdeka?" . Jujur saja, beberapa tahun belakangan ini saya tidak tertarik untuk menanggapi tipikal pertanyaan seperti ini, yang sifatnya tendensius, dan cenderung membuat definisi dari kata merdeka menjadi abstrak. Terlebih lagi saat mencari referensi dari dunia literasi; yang cenderung mendefinisikan merdeka kedalam hal berbeda. Rasanya njilimet banget . Jika ditanya sudakah kita merdeka, tegas saya menjawab, kita sudah merdeka. Buktinya kita tidak lagi harus melakukan kontak fisik di medang perang. Juga tidak lagi harus mengendap