Langsung ke konten utama

Pendidikan; kesempatan itu masih ada

     Pendidikan. Rasa-rasanya menyoalkan pendidikan bukan lagihal yang asing bagi kita, terutama mengenai kebobrokan sistem pendidikan negara ini. Nyatanya, orang-orang yang menyoalkan pendidikan di Indonesia hampir dari setiap kalangan dan lapisan usia. Bahkan saya secara pribadi pun sudah mulai menyoalkan pendidikan Indonesia sejak duduk dibangku sekolah dasar.

     Kerusakan sistem pendidikan di Indonesia bukannya tanpa alasan. Ada beberapa hal mendasar yang menjadi pemicu kerusakan ini. Sebut saja korupsi, media, lingkungan, orang tua, guru dan paradigma pendidikan negara secara umum. Dalam hal korupsi dan media sepertinya kita tidak perlu berpanjang lebar, toh kenyataan pahit ini sudah tergambar dengan sangat jelas. Lingkungan dan orang tua. Faktor ini sudah menjadi bahasan yang sangat klasik dan klise, mengapa demikian? . Hal ini sudah menjadi sangat klasik karena seperti yang kita pahami, "orang tua" adalah guru pertama bagi anak-anaknya. Namun sangat disayangkan, sebab kebanyakan orang tua "lupa" akan peranan mereka sebaga orang tua, kebanyakan dari mereka lupa mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai orang tua atas anak-anak yang lahir. Kemudian mengapa hal ini menjadi sangat klise? Sederhana saja, kesalahan orang tua dalam mendidik anak adalah karena kesalahan pemerolehan pendidikan pada saat usia muda.

     Kerusakan ini bukannya tidak dapat dihentikan. Sudah barang pasti setiap masalah memiliki solusinya. Solusi dari dunia pendidikan ada pada diri kita semua, terutama yang berada dalam rentang bangku sekolah dan orang tua. Siapa saja yang berada dalam rentang tersebut? Rentang antara usia bangku sekolah dan orang tua adalah usia 18 sampai 30 tahun. Mengapa harus usia 18 sampai 30 tahun? Sebenarnya usia 18 sampai 30 tahun bukanlah suatu keharusan melainkan sebuah keutamaan, sebab usia 18 sampai 30 tahun adalah usia dimana seseorang mulai mengumpulkan, menyimpulkan dan mengolah pengalaman hidup, adalah rentang dimana seseorang membentuk dirinya akan menjadi sosok idealis, apatis atau tidak menjadi apa-apa.
Sumber: dfiles.wordpress.com
    Meski nampak sangat buruk, pendidikan di Indonesia bukannya sudah tidak dapat terselamatkan lagi. Pendidikan di Indonesia pada dasarnya sudah mengalami kemajuan. Cobalah untuk mengamati pendidikan di Indonesia saat ini. Pendidikan di Indonesia sedang terserang "flu". Untuk sebuah takaran perubahan, terserangnya dunia pendidikan dengan virus influenza merupakan hal yang sangat penting. Sebab dengan terserangnya tubuh pendidikan kita dengan virus ini, sistem imunitas pendidikan akan bekerja secara otomatis. 

     Lantas apa, siapa, kapan dan bagaimana sistem imunitas ini bekerja? Mengenai "apa". Sistem imunitas pendidikan kita adalah pendidikan itu sendiri. Virus influenza pada dasarnya merupakan suatu proses penkodean secara genetik terhadap suatu virus baru yang terdeteksi di linkungan kita, untuk lebih sederhananya ini adalah proses pengenalan terhadap suatu hal yang baru. Kemudian "siapa", siapa yang akan menjadi penggerak sistem imunitas ini? Ya, jawabannya adalah kita semua, khususnya sel-sel baru dan sangat aktif (pemuda) . Lalu "kapan" sistem imunitas ini bekerja? Sudah seharusnya saat ini kita sudah mulai bekerja atau setidaknya bereaksi dengan virus ini. Selanjutnya "bagaimana" ?Nah, ini bergantung pada kemampuan dan insting kita masing-masing. Untuk menjadikan sistem ini bekerja, kita harus berhadapan langsung dengan kerusakan itu sendiri. Jika influenza memiliki sektor central, systemic, muscular, joints, nasopharynx, respiratory dan gastric, maka influenza pendidikan kita memiliki sektor pendidik, tenaga kependidikan, lingkungan, orang tua, kepribadian, peserta didik dan paradigma pendidikan itu sendiri.

     Pertanyaan yang mungkin muncul selanjutnya adalah "apa bukti" dari tulisan ini? apakah semua yang saya tuliskan ini adalah sesuatu yang benar-benar ada; bukan hal yang bersifat utopis. Untuk kita pahami bersama, perubahan pendidikan untuk menjadi lebih baik merupakan proses yng cenderung panjang. Saat ini, sudah mulai bermunculan ikatan kepemudaan, atau komunitas-komunitas, lembaga-lembaga, kelompok-kelompok dan individu-individu yang sudah siap menjadi sel-sel baru dan aktif dalam proses imunitas pendidikan negeri ini, perlahan tapi pasti kesadaran kita mulai terbentuk, paradigma akan dunia pendidikan sudah mulai begeser dan ini semua merupakan sebuah tanda bahwa sistem imun pendidikan sudah mulai bekerja. Kemudian apakah kita akan melihat hasil dari perubahan ini? Mungkin ia, mungkin juga tidak. Jelasnya perubahan pendidikan ini akan bermuara pada hasil yang lebih dari pengharapan kita. Bukankah dalam proses penyembuhan kita dari influenza banyak sel-sel tubuh yang berganti? Pun dengan proses perbaikan sistem pendidikan kita ini, akan banyak diantara kita yang berguguran, terganti dan melanjutkan pekerjaan ini, pekerjaan sebagai sistem imunitas pendidikan. Hanya saja, jika kita mampu menyelesaikannya dalam waktu yang lebih singkat, untuk apa berlama-lama dengannya?

wallahu a'lam bishowab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan

Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menempuh jarak Entah itu jarak dari langkah ke langkah Jarak nafas ke nafas Jarak waktu ke waktu atau jarak rindu ke rindu Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menjejaki janji Entah itu janji dari batas ke batas Janji temu ke temu Janji benam ke benam matahari atau janji dari harap ke harap Dalam banyak perjalanan, kita banyak terhenti Entah itu henti lelah ke lelah Henti payah ke payah Henti luka ke luka atau henti dari sejenak ke selamanya Bukan karena tak lagi ingin; Hanya saja jarak, janji, dan perhentian tak selalu serindu, seharap, dan sekekal waktu Makassar, 11 Maret 2019

Efek Root "SEXY Killer"

Bismillah. Tak akan berpanjang lebar. Viral banget, ya? Jelas viral Film semi dokumenter ini menjadi bahasan jagad sosial media, kaum milenial khususnya. Tanggapanku soal film ini bagaimana? Untuk pengambilan gambar cukup bagus, sound qualitynya juga lumayanlah, untuk permainan narasinya juga bisalah mendapatkan nilai 6 untuk skala 1 sampai 10. Tetapi tidak secara data. Sudah jelas, segala sesuatu memiliki tujuan. Untuk seorang milenial atau pemilih tetap usia muda, tentunya film ini akan menjadi primadona dalam khazanah berfikir, karena seolah "meembuka mata dan membongkar fakta". Data adalah fakta, dan fakta adalah data. Data, dan fakta adalah sesuatu yang bersifat majemuk, saling terkait satu dan lainnya. Data akan selalu menyajikan kebenaran, dan kebenaran akan selalu menjadi bagian dari data. lantas dimana letak kesalahan dari Film ini? Dibandingkan menyebutnya sebagai karya yang gagal, saya mungkin akan menyebutnya sebagai pewajahan yang gagal.

Surat; Menemukan Kalimat Terindah

   Bismillahirrahmanirrahiim. Ada begitu banyak tanya menggelayut dibenakku. Ya, kebanyakan tentang takdir. Konsep mengenai takdir sebenarnya tak ada; "semua peristiwa adalah apa adanya, dengan korelasi aksi-reaksi" juga kerap datang menyapa imaji.