Langsung ke konten utama

Berhenti dan Berinovasi

Bismillahi Rahmani Rahim.

Sudah saatnya kita berhenti mengeluh, mengeluhkan segalanya pada apa yang kita keluhkan, mengeluhkan seseorang yang selalu mengeluh dan mengeluhkan sesuatu yang ada karena keluhan kita sendiri.

Sungguh ramai orang berlomba-lomba mengeluhkan keluhan mereka pada yang mereka  keluhkan. Mengeluh. Hampir setiap hari bahkan setiap jam, banyak diantara kita yang bisanya hanya mengeluh.

Mengeluhkan sistem yang bobrok, mengeluhkan kebijakan yang tidak bijak dan lucunya lagi, keluhan-keluhan ini seolah sudah menjadi tradisi bangsa ini, tradisi Indonesia.

Kita tidak akan menemukan apa-apa saat kita hanya mengeluh. Mengeluhkan ini, mengeluhkan itu dan selalu saja kita bermuara pada keluhan itu.

Kita harus berhenti mengeluhkan keluh kita pada keluhan itu sendiri.

Sungguh menggelikan rasanya, melihat seseorang yang kerjanya hanya mengeluhkan keluh. Sungguh menggelikan rasanya, melihat orang-orang mengeluh bahkan sebelum mencoba mencari jalan keluar dan menyelesaikan keluhannya itu.

Tidakkah kita merasa bahwa, penyebab paling besar dari masalah kita adalah keluhan-keluhan kita selama ini? . Ya. Keluhan-keluhan yang selama ini kita lontarkan telah menumpuk, membumbung dan menggunung bahkan menjadi barisan bukit keluhan. Keluhan-keluhan kita sendiri adalah hal yang harus kita keluhkan. Tapi bagaimana mungkin kita mengadukan keluh pada keluh, aneh bukan? Jelaslah hal itu sangat aneh dan uniknya, meskipun hal itu sangat aneh kita masih saja melakoninya.

Lebih dari setengah abad lalu bangsa ini terjajah oleh kompeni, nippon dan VOC tetapi kemudian bangkit setelah desakan untuk merdeka tumbuh dan menggema keseluruh pelosok. Empat abad lalu, bangsa ini dilirik bahkan ditatap tajam oleh negara lain disebabkan bangsa ini adalah bangsa yang kaya, bangsa pekerja dan bangsa tanpa keluhan. Tetapi hari ini, bangsa ini telah bermetamorfosis menjadi bangsa pengeluh dan menjadi bangsa yang dikeluhkan.

Pasca kemerdekaan, bangsa ini terlalu ramai kumandang "BEBAS" disorak, hingga kemudian lupa mengejar yang ketertinggalan. Seorang anak mengeluhkan uang jajan yang kurang sedang mereka tak tahu cara mencari nafka, seorang pelajar mengeluhkan guru yang tidak kompeten sedang mereka sendiri masih miskin ilmu, seorang pekerja mengeluhkan atasan yang tidak kredibel sedang mereka sendiri tidak mengerti tentang jobdesk masing-masing dan masih banyak lagi keluhan-keluhan yang kita keluhkan pada yang kita keluhkan sendiri.

Sudah saatnya kita berhenti mengeluh, kita sudah harus menentukan sikap, menentukan peran dan menentukan visi kita, bukan sebagai seorang yang mengeluh.

Sudah saatnya kita berinovasi untuk merubah sesuap nasi menjadi makanan penuh gizi. Sudah saatnya kita bereaksi, bereaksi untuk berkreasi dan penuh aksi dalam serasi. Inilah saatnya bangsa ini menjadi bangsa lebih kuat, menjadi bangsa yang penuh inovasi, menjadi bangsa yang penuh kreasi dan menjadi bangsa yang patut untuk disegani! . Mimpi ini terlalu besar? Ya! . Tentu saja mimpi ini terlalu besar, mimpi ini terlalu besar bagi seseorang yang kerjanya "HANYA MENGELUH".

Wallahu a'lam bissawab, Wassalamualaikum warahmatullah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan

Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menempuh jarak Entah itu jarak dari langkah ke langkah Jarak nafas ke nafas Jarak waktu ke waktu atau jarak rindu ke rindu Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menjejaki janji Entah itu janji dari batas ke batas Janji temu ke temu Janji benam ke benam matahari atau janji dari harap ke harap Dalam banyak perjalanan, kita banyak terhenti Entah itu henti lelah ke lelah Henti payah ke payah Henti luka ke luka atau henti dari sejenak ke selamanya Bukan karena tak lagi ingin; Hanya saja jarak, janji, dan perhentian tak selalu serindu, seharap, dan sekekal waktu Makassar, 11 Maret 2019

Surat; Menemukan Kalimat Terindah

   Bismillahirrahmanirrahiim. Ada begitu banyak tanya menggelayut dibenakku. Ya, kebanyakan tentang takdir. Konsep mengenai takdir sebenarnya tak ada; "semua peristiwa adalah apa adanya, dengan korelasi aksi-reaksi" juga kerap datang menyapa imaji.

Suatu Ketika

Pada suatu ketika, akan tiba masanya I Pada suatu ketika kita berjumpa, akan tiba masanya perpisahan II Pada suatu ketika kita saling merindu, akan tiba masanya kita saling mengenang III Pada suatu ketika kita saling memberi arti, akan tiba masanya kita dalam hilang IIII Pada suatu ketika segala sesuatunya bisa terjadi, akan tiba masanya mencari dalam ingatan menjadi sukar IIIII Pada suatu ketika kita telah hilang, temukanlah kita dalam ingatan masing-masing VI Ya, pada suatu ketika; saat ini, akan tiba masanya; yang tak jauh dari hari ini Makassar, 12 Maret 2019