Beberapa saat lalu, satu kalimat terbesit dibenakku. Kalimat ini; sebelumnya, bukanlah kalimat yang begitu istimewa. Hingga kemudian kuputuskan untuk memaknainya. "Berdamai dengan masa lalu".
Masing-masing dari kita selalu saja merasa kita memiliki masa lalu yang dengannya pula kita harus berdamai. Kesalahan demi kesalahan selalu saja mengambil celah untuk mengisi pribadi ini, entah itu melalui sendi-sendi kehidupan, melalui jeda antara embusan nafas kita atau bahkan hadir diantara jeda pergantian detik jam dinding. Apapun itu kita selalu saja merasa memiliki masa lalu atau tepatnya janji kehidupan yang harus kita bayar lunas.
Hal ini tidaklah salah, sebab inilah bukti pribadi kita sedang bermuhasabah. Hanya saja, tidak semua pribadi mampu menyikapinya secara bijak dan mengetahui maksud dibalik hal ini. Beberapa diantara kita, mungkin, menganggap cara terbaik melunasi janji dari masa lalu adalah dengan memaafkan masa lalu itu sendiri, atau mungkin ada juga yang berkesimpulan bahwa cara terbaik melunasi janji masa lalu adalah dengan memulai kehidupan kita yang baru dengan pribadi-pribadi yang baru. Tapi seberapa mampukah kita bertahan dengan "sosok" itu; sosok yang sama sekali tidak utuh, sosok yang tidak tergenapkan? .
Mungkin untuk beberapa saat kita akan merasa inilah kesempatan hidupku yang kedua kalinya. Tapi tidakkah kita merasa itu adalah kesempatan yang semu, kesempatan yang kita dapatkan dari meninggalkan semua janji masa lalu. Yah, setiap janji harus terbayar lunas. Tak peduli seberapa mahal kita harus membayarnya, janji tetap harus terbayar lunas. Bukanlah sesuatu hal yang salah ketika kita mencoba untuk berdamai dengan masa lalu atau mencoba untuk memaafkan masa lalu kita. Akan tetapi tidakkah kita merasa semua hal yang kita dapatkan adalah hal yang benar-benar semu. Kita hanya akan menjadi pelarian dari masa lalu kita. Kita hanya akan menjadi manusia dengan tumpukan janji; manusia dengan tumpukan hutang masa lalu yang tak sempat terbayarkan.
Lalu bagaimana caranya? Sederhana saja, cukup kaumelunasinya, menghadap kepada siapa kauberhutang. Tidak peduli seberapa mahal kauharus membayarnya (yang mungkin akan membuatmu "jatuh miskin") , tidak peduli seberapa besar kauharus berkorban untuk melunasinya (yang mungkin akan membuatmu sangat "terluka") , kautetap harus membayar lunas segalanya. Sebab janji dari masa lalu adalah kesempatan-kesempatan yang harus kita gunakan sebaik mungkin; kesempatan untuk melunasinya, kesempatan mendapatkan "kesempatan kedua", kesemptan untuk benar-benar berdamai dengan masa lalu dan kesempatan untuk menjadi pribadi kita yang sesungguhnya.
Makassar, 10 November 2014
Masing-masing dari kita selalu saja merasa kita memiliki masa lalu yang dengannya pula kita harus berdamai. Kesalahan demi kesalahan selalu saja mengambil celah untuk mengisi pribadi ini, entah itu melalui sendi-sendi kehidupan, melalui jeda antara embusan nafas kita atau bahkan hadir diantara jeda pergantian detik jam dinding. Apapun itu kita selalu saja merasa memiliki masa lalu atau tepatnya janji kehidupan yang harus kita bayar lunas.
Hal ini tidaklah salah, sebab inilah bukti pribadi kita sedang bermuhasabah. Hanya saja, tidak semua pribadi mampu menyikapinya secara bijak dan mengetahui maksud dibalik hal ini. Beberapa diantara kita, mungkin, menganggap cara terbaik melunasi janji dari masa lalu adalah dengan memaafkan masa lalu itu sendiri, atau mungkin ada juga yang berkesimpulan bahwa cara terbaik melunasi janji masa lalu adalah dengan memulai kehidupan kita yang baru dengan pribadi-pribadi yang baru. Tapi seberapa mampukah kita bertahan dengan "sosok" itu; sosok yang sama sekali tidak utuh, sosok yang tidak tergenapkan? .
Mungkin untuk beberapa saat kita akan merasa inilah kesempatan hidupku yang kedua kalinya. Tapi tidakkah kita merasa itu adalah kesempatan yang semu, kesempatan yang kita dapatkan dari meninggalkan semua janji masa lalu. Yah, setiap janji harus terbayar lunas. Tak peduli seberapa mahal kita harus membayarnya, janji tetap harus terbayar lunas. Bukanlah sesuatu hal yang salah ketika kita mencoba untuk berdamai dengan masa lalu atau mencoba untuk memaafkan masa lalu kita. Akan tetapi tidakkah kita merasa semua hal yang kita dapatkan adalah hal yang benar-benar semu. Kita hanya akan menjadi pelarian dari masa lalu kita. Kita hanya akan menjadi manusia dengan tumpukan janji; manusia dengan tumpukan hutang masa lalu yang tak sempat terbayarkan.
Lalu bagaimana caranya? Sederhana saja, cukup kaumelunasinya, menghadap kepada siapa kauberhutang. Tidak peduli seberapa mahal kauharus membayarnya (yang mungkin akan membuatmu "jatuh miskin") , tidak peduli seberapa besar kauharus berkorban untuk melunasinya (yang mungkin akan membuatmu sangat "terluka") , kautetap harus membayar lunas segalanya. Sebab janji dari masa lalu adalah kesempatan-kesempatan yang harus kita gunakan sebaik mungkin; kesempatan untuk melunasinya, kesempatan mendapatkan "kesempatan kedua", kesemptan untuk benar-benar berdamai dengan masa lalu dan kesempatan untuk menjadi pribadi kita yang sesungguhnya.
Makassar, 10 November 2014
Komentar
Posting Komentar