Anakku..
Surat ini untukmu dari ibumu
Surat ini untukmu dari ibumu
Anakku, sebagaimana engkau mengetahuinya, seperti itu pula hatiku kala itu dalam kesedihan dan kebimbangan.
Tapi anakku, masihkah kauingat akan senja itu? saat dimana aku, kau dan ayahmu duduk bersama dirimbunnya pepohonan halaman belakang rumah kita.
Anakku, sebagaimana dirimu bertumbuh, harapan-harapan akan selalu datang membawa kebahagiaan dalam hidup kita.
Tapi anakku, masihkah kau ingat akan makna sejati dari kebahagiaan? sewaktu kecil dahulu, kau terjatuh dari sepeda roda tiga, kaumenangis dan beberapa tahun kemudian kita tertawa bersama saat bercerita akan hal itu.
Yah, anakku seperti itulah kebahagiaan. Kebahagiaan tidak selalu datang dari apa-apa saja yang kita ingini, kebahagiaan adalah hal-hal yang tak pernah kita minta kepada siapapun, akan tetapi Tuhan memberikannya sebagai wujud kesederhanaan dalam hidup kita.
Anakku, saat kaubertanya " atas dasar apa aku harus berbahagia setelah kepergian ayah, ibu? " , saban malam aku mencoba memahami kembali akan makna kebahagiaan yang dahulu kita yakini.
Anakku, untuk kautahu.
Sebagaimana adanya dirimu kini, aku juga bersedih akan kepergian ayahmu yang juga suamiku.
Tak ada alasan untukmu juga untukku untuk berbahagia atas kepergian ayahmu. Tak ada jawaban yang bisa menyanggah kesedihanmu atas kepergian ayahmu. Tak satu pun jawaban yang kutemukan atas pertanyaanmu itu. Kebahagiaan yang dulu kita rasakan, tidaklah datang dari tangisanmu ketika terjatuh dari sepeda roda tigamu, itu. Kebahagiaan tidak datang dari kepedihan-kepedihan yang lalu, akan tetapi datang dari kesyukuran kita atas kehidupan hari ini. Kebahagiaan dan kepedihan bukanlah dua sisi koin yang saling bertukar tempat, melainkan satu hal yang bisa pandangi dari sisi mana pun yang kita ingini. Entah kauingin memandanginya dari sisi kelam atau sisi gelapnya.
Ketika kauterjatuh, kaumemandanginya dari sisi gelapnya hingga membuatmu menangisinya. Berapa lama kemudian, kau tersenyum karenanya bahkan tertawa, kaumemandanginya dari sudut yang lebih terang.
Anakku, saat kesedihan menghampirmu-juga diriku, atas kepergian ayahmu. Aku selalu mencari sisi terang dari ayahmu, dan kautahu, aku menemukan sisi kehidupannya.
Semasa ayahmu hidup, dia banyak memberikan pelajaran akan makna dari kehidupan kepadaku. Masih sangat jelas teringat saat ayahmu datang melamarku. Ayahku bertanya "kehidupan seperti apa yang akan kau berikan pada anakku?". Ayahmu menjawab dengan jawaban yang membuat ayahku tertegun dan atas jawaban itu pula dia telah memenangkan hatiku. "aku sama sekali tidak akan memberikan kehidupan kepada wanita ini, sebab kehidupan adalah Tuhan yang memberikannya bukan diriku. Yang bisa aku lakukan adalah berusaha membuatnya berbahagia atas setiap waktu yang dilaluinya dan waktu yang akan dijalaninya bersamaku, juga anak-anakku, kelak".
Anakku, kepergian ayahmu bukanlah hal yang bersifat tunggal, akan tetapi merupakan kesatuan dari kehidupannya. Ketika kesedihan-kesedihan berusaha mengelamkan hatimu dari jendela kepergian ayahmu, maka temukanlah cahaya itu dari sudut lain ayahmu, temukanlah dari sudut kehidupannya. Didiklah hatimu menjadi hati yang lapang, hati yang selalu bijaksana dan menjadi hati yang selalu berbahagia.
Anakku, sungguh, aku selalu berbahagia atas setiap senyumanmu dan atas setiap
pencapaian yang telah kauraih dalam hidupmu ini.
Makassar, 31 Agustus 2014
Komentar
Posting Komentar