Sudah sekitar tiga tahun belakangan, kita sering mendengar terkait program-program yang jika ditinjau dari perspektif lainnya akan terasa sangat menggelitik.
Awalnya saya dan mungin juga publik tidak begitu mempermasalahkan hal ini, akan tetapi jika kita perhatikan secara seksama, program "kartu-kartuan" ini cepat atau lambat akan memperparah kekusutan birokrasi pendidikan dan kesehatan di negara ini. Secara pribadi, menilai program tersebut sama sekali tidak memiliki tingkat relefansi yang kuat. Misalkan saja program kartu sehat. Pemerintah dan salah satu calon pemimpin bangsa ini dengan giat mempromosikan katru sehat ini, secara praktis program ini mungkin terdengar bermanfaat, akan tetapi jika kita cermati bersama akan ada hal yang mengganjal. Sebagai contoh, alasan dari pencetusan program ini adalah untuk membantu masyarakat miskin dalam memperoleh fasilitas kesehatan dengan biaya murah bahkan tanpa biaya sekalipun, terdengar bagus bukan? tetapi coba saja kita pikir, jika benar pemerintah ingin merealisasikan program ini dengan tulus bukannya langsung diterapkan saja, tanpa perlu membuat "program kartu-kartuan" ini.
Mungkin, beberapa pihak akan berujar "loh, itukan untuk membedakan pasien kaya dan miskin" , miris sekali rasanya mendengar penyataan sedemikian rupa. Pertanyaan, jika saya adalah seorang kaya, apakah mungkin saya akan memaikai baju compang-camping hanya untuk memeroleh pelayanan kartu sehat ini?
lain lagi dengan program kartu pintar, tujuan hampir seirama dengan kartu sehat tadi, yaitu membedakan mana si miskin dan si kaya raya. Benar-benar membuat perut teraduk. Apakah jika si miskin tidak punya kedua kartu ini maka secara praktis akan menjadi golongan tidak layak memeroleh pendidikan layak dan fasilitas kesehatan layak yang secara jelas adalah hak masyarakat secara keseluruhan?
Selain itu, program "kartu-kartuan" ini hanya akan menambah jarak antar kelas masyarakat negara ini, dan ibarat lilin, sila keadalian sosial bagi seluruh rakyat indonesia akan semakin pupus, meredup lalu kemudian hilang.
Makassar, 16 Juni 2014
Komentar
Posting Komentar