"Diksi" penulis mana yang tidak mengetahui arti kata tersebut?
Hampir setiap penulis, baik itu pemula atau "senior" benar-benar memperhatikan terkait masalah diksi dalam menulis suatu karya.
Namun, menurut saya. Terkait masalah diksi. Beberapa penulis justreru terjebak dan keliru mengenai hal ini. Beberapa penulis menganggap bahwa yang dimaksudkan dengan keragaman diksi adalah penggunaan kosa kata yang sangat jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Beberapa penulis dengan entengnya menggunakan kosa kata yang notabene hanya dapat dipahami oleh kalangan penulis saja, bahkan pada tingkat yang lebih ekstrem lagi, penulis lain pun kesulitan dalam memahami kata tersebut. Camon guys, think again!
Bukankah setiap tulisan itu adalah untuk dibaca? jangan sampai terjebak dengan "keragaman diksi" secara gamblang. Sejauh yang saya amati keragaman diksi adalah penggunaan kosa kata yang memiliki ragam banyak, bukan penggunaan kosa kata "level dewa", ingat keragaman kata bukan kesulitan kata. Bukannya memandang sebelah mata dengan penulis yang menggunakan diksi dengan tingkat dewa tadi, hanya saja penulis juga harus sedikit mempertimbangkan terkait penggunaan diksi ini. Untuk apa menulis dengan diksi yang runyam tetapi tidak terbaca oleh masyarakat?.
Sebagian penulis juga beranggapan bahwa penggunaan diksi "level dewa" untuk memupuk intelektualitas dalam berbahasa, jujur saya kagum dengan hal ini, hanya saja selain bijak dalam pesan berkarya juga harus bijak dalam memilih diksi dan jangan sampai "terjebak diksi".
Hampir setiap penulis, baik itu pemula atau "senior" benar-benar memperhatikan terkait masalah diksi dalam menulis suatu karya.
Namun, menurut saya. Terkait masalah diksi. Beberapa penulis justreru terjebak dan keliru mengenai hal ini. Beberapa penulis menganggap bahwa yang dimaksudkan dengan keragaman diksi adalah penggunaan kosa kata yang sangat jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Beberapa penulis dengan entengnya menggunakan kosa kata yang notabene hanya dapat dipahami oleh kalangan penulis saja, bahkan pada tingkat yang lebih ekstrem lagi, penulis lain pun kesulitan dalam memahami kata tersebut. Camon guys, think again!
Bukankah setiap tulisan itu adalah untuk dibaca? jangan sampai terjebak dengan "keragaman diksi" secara gamblang. Sejauh yang saya amati keragaman diksi adalah penggunaan kosa kata yang memiliki ragam banyak, bukan penggunaan kosa kata "level dewa", ingat keragaman kata bukan kesulitan kata. Bukannya memandang sebelah mata dengan penulis yang menggunakan diksi dengan tingkat dewa tadi, hanya saja penulis juga harus sedikit mempertimbangkan terkait penggunaan diksi ini. Untuk apa menulis dengan diksi yang runyam tetapi tidak terbaca oleh masyarakat?.
Sebagian penulis juga beranggapan bahwa penggunaan diksi "level dewa" untuk memupuk intelektualitas dalam berbahasa, jujur saya kagum dengan hal ini, hanya saja selain bijak dalam pesan berkarya juga harus bijak dalam memilih diksi dan jangan sampai "terjebak diksi".
Komentar
Posting Komentar