Langsung ke konten utama

Program Kartu Hebat Jilid 2


Hasil gambar untuk kartu pra kerja
 Photo dari laman detik.com
Bismillah.
Menggelitik selama kurang lebih lima tahun, dan masih berencana menggelitik untuk lima tahun berikutnya. Dan memang menggelitik.

Saya benar-benar tidak habis berpikir, atau memang pemikiran sudah tidak lagi menjadi instrumen dalam menakar hal-hal paradox.

Oh ia, saat ini saya sedang membahas tentang fenomena upaya perampasan hak-hak masyarakat luas, yang kemudian dikemas dalam bentuk program kerja unggulan. Tanpa perlu berpanjang lebar, yang saya maksudkan adalah program kartu-kartu sakti dari rezim saat ini.

Jika anda adalah pendukung paslon 01, jangan menafsirkan secara praktis bahwa saya adalah pendukung 02. Catat.

Kita lanjutkan.

Dalam safari kampanyenya, ada salah satu pasangan yang begitu gemar memamerkan kartu-kartu tolol (saya kehabisan kosa kata untuk kartu ini, maaf) sebagai program unggulan.

Loh, itukan kartu untuk rakyat, maka praktis yang diuntungkan adalah rakyat? Kalau anda rakyat yang tolol, maka jawabannya adalah "Yes, 100%". Tapi apakah anda masyarakat yang tolol? Besar kemungkinan jawabannya adalah tidak. Sebab untuk membaca tulisan ini saja, minimal anda sudah tahu cara mengakses informasi secara terbuka melalui jejaring sosial, dan memilih link dari blog ini; dan hal ini tidak dapat dilakukan dengan masyarakat buta teknologi.

Baik, kita kembali lagi pada program kartu-kartuan ini. Secara umum, ada 3 kartu yang telah diperkenalkan. Yakni kartu pra-kerja, kartu sembako murah, dan kartu indonesia pintar kuliah.

Baru mendengar namanya saja sudah tidak masuk akal bagi saya, terlebih lagi setelah mendengarkan paparan manfaat kartunya. Benar-benar memuakkan. Mari kita analisis satu demi satu mengapa kartu ini sedemikian memuakkan; baik secara normatif, adaptif, dan tololatif[1].

Pertama soal kartu pra-kerja. Secara praktis, kartu ini bertujuan memberikan "santunan" bulanan kepada para pengangguran. Nah, perlu kita garis bawahi, bahwa kata pekerjaan merujuk pada 3 hal, yaitu aktifitas, ruang lingkup, dan penghasilan.

Aktifitas bekerja, berarti anda berkegiatan untuk memberikan, mendukung proses, dan/atau menciptakan nilai tambah dari kondisi sebelumnya. Contohnya, anda melakukan aktifitas membangun sebuah menara, yang sebelumnya memiliki tinggi 30 meter, kemudian setelah anda ikut andil dalam proses pengerjaannya hingga menara tersebut memiliki tinggi 50 meter, maka itu artinya anda sedang bekerja.

Ruang lingkup. Yang dimaksudkan dengan ruang lingkup kerja adalah lingkungan dimana anda beraktifitas. Semisal anda berkegiatan di suatu gedung, atau kompleks perkantoran, dan anda melakukan aktifitas kerja, maka itu artinya anda sedang bekerja dan berada dalam lingkungan kerja. Bahkan jika anda adalah seseorang yang bekerja dalam bidang teknologi informasi yang sering disebut ruang tanpa batas, maka sebenarnya ruang lingkup dari pekerjaan anda ada pada perangkat yang sedang digunakan.

Penghasilan. Soal ini jelas, bukan pekerjaan namanya jika tidak memiliki penghasilan, sebab beraktifitas dalam ruangan tertentu, dan memberikan nilai tambah, tanpa menerima imbalan, maka hal tersebut bukanlah suatu pekerjaan, melainkan pengabdian. Dan standar dari penghasilan ini adalah minimal dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Jika ketiga ciri utama dari pekerjaan tersebut tidak terpenuhi, maka dapat dikatakan anda tidak bekerja, atau dapat disebut sebagai pengangguran. Kemudian apa yang terjadi jika anda berstatus pengangguran? Dalam hal ini tentunya anda akan memperoleh manfaat dari kartu pra-kerja ini. Tapi apakah ini adalah langkah efektif dan substantif dalam mengatasi masalah ini? dan apakah hal ini layak diberlakukan; manusiawikah? Mohon maaf, saya katakan tidak.

Sebab pertama. Ini adalah langkah sekaligus kebijakan yang salah, dan akan berakibat sangat fatal.

Dalam mengambil suatu langkah atau kebijakan, perlu dilakukan analisis mendalam. Kita perlu melakukan studi kasus, pengambilan sampel minimal 10% dari total populasi, melakukan analisis, dan kajian data-data spasial, analisis SDM, analisis indeks pertumbuhan ekonomi, dan serangkaian analisis-analisis juga simulasi-simulasi lainnya. Apakah ini sudah dilakukan secara keseluruhan secara benar? Tentu jawabannya tidak.

Terlalu rumit? Kalau begitu kita sederhanakan.
Semoga simulasi ini bisa sedikit membuka mata soal berapa angka hidup per keluarga (anggak saja mereka sepasang suami-istri dan punya 2 anak, 1 bersekolah dan satunya lagi masih balita)

-Uang makan (sekali makan untuk 4 orang misalnya 30.000)x 3 x 30 hari = 2.700.000
-Uang listrik 100.000
-Uang beli susu, misalnya dalam seminggu 2 box@80.000=640.000
-Uang transport ke sekolah misalnya sekali angkot 5.000 x 25 hari = 125.000
Total ini saja sudah 3.765.000

Anda tahu berapa jumlah pengangguran yang terdata? Berdasarkan data yang dirili oleh Badan Pusat Statistik pada November 2018, jumlahnya adalah 5,34%. Anda tahu berapa jumlah penduduk Indonesia? Jumlahnya lebih kurang 267.000.000 jiwa (ini yang terdata). Jadi penganguran kita ada di kisaran angka 14.257.800 jiwa. Jika dikalikan dengan angka pengeluaran perbulan, maka biaya yang harus dikeluarkan negara adalah sebesar 52.397.415.000.000/bulan. Duit segitu dapat dari mana? .


https://www.bps.go.id/website/images/Tenaga-Kerja-Agustus-2018-ind.jpg
Gambar dari laman bps.go.id 
Tanpa kartu pra-kerja saja, masyrakat sudah luar biasa menederita disebabkan pemotongan subsidi, dan segala macam. Anggaran mana lagi yang harus dipangkas?

Pangkas anggaran pendidikan? Pendidikan juga sangat menyedihkan, silakan cek ke sekolah-sekolah tanah air, kondisinya seperti apa, baik dari segi SDM atau sarana, pra-sarana. Semuanya kacau-balau.

Pangkas anggaran layanan kesehatan? BPJS saja masih ngutang, kalau dipangkas lagi, pelayanan kesehatan bagaimana kabarnya? Paracetamol tidak mengobati segala jenis pengakit.

Pangkas yang mana lagi?

Mengiming-imingi rakyat dengan kartu pra-kerja adalah yang sangat utopis manfaatnya, dan jelas sangat tidak manusiawi. Jika program ini terus dipaksakan, maka ini akan menciptakan kerusakan secara masif, dan lagi-lagi yang menjadi korba utamanya adalah rakyat.

Sebab kedua adalah wasting resource[2]. Ketika kita menjalankan sistem kartu pra-kerja ini, maka hal ini sama saja dengan menghasibiskan sumber daya (dalam hal ini adalah APBN/APBD) kepada hal yang tidak produktif (pengangguran) dan menyebabkan efek kontrak produktif sekaligus membangun pola pikir pasif (ngapain kerja, kalau hidup bisa dibiayai negara?)

Ini adalah suatu hal yang sangat buruk bagi kita secara keseluruhan, bagi pemimpin setelahnya, karena akan sangat terbebani oleh demografi yang memiliki indeks aktif namun pemalas dengan angka yang sangat besar, juga akan menyebabkan kemerosotan luar biasa (layak disebut sebagai bencana); baik dari sisi moral pun ekonomi.

Tololatif [1] istilah populer yang saya gunakan untuk menggambarkan tingkat ketololan seseorang
Wasting resource [2] suatu tindakan yang menghabiskan sumber daya, tetapi tidak menghasilkan apa-apa, bahkan cenderung merugikan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan

Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menempuh jarak Entah itu jarak dari langkah ke langkah Jarak nafas ke nafas Jarak waktu ke waktu atau jarak rindu ke rindu Ditiap-tiap kehidupan, kita banyak menjejaki janji Entah itu janji dari batas ke batas Janji temu ke temu Janji benam ke benam matahari atau janji dari harap ke harap Dalam banyak perjalanan, kita banyak terhenti Entah itu henti lelah ke lelah Henti payah ke payah Henti luka ke luka atau henti dari sejenak ke selamanya Bukan karena tak lagi ingin; Hanya saja jarak, janji, dan perhentian tak selalu serindu, seharap, dan sekekal waktu Makassar, 11 Maret 2019

Efek Root "SEXY Killer"

Bismillah. Tak akan berpanjang lebar. Viral banget, ya? Jelas viral Film semi dokumenter ini menjadi bahasan jagad sosial media, kaum milenial khususnya. Tanggapanku soal film ini bagaimana? Untuk pengambilan gambar cukup bagus, sound qualitynya juga lumayanlah, untuk permainan narasinya juga bisalah mendapatkan nilai 6 untuk skala 1 sampai 10. Tetapi tidak secara data. Sudah jelas, segala sesuatu memiliki tujuan. Untuk seorang milenial atau pemilih tetap usia muda, tentunya film ini akan menjadi primadona dalam khazanah berfikir, karena seolah "meembuka mata dan membongkar fakta". Data adalah fakta, dan fakta adalah data. Data, dan fakta adalah sesuatu yang bersifat majemuk, saling terkait satu dan lainnya. Data akan selalu menyajikan kebenaran, dan kebenaran akan selalu menjadi bagian dari data. lantas dimana letak kesalahan dari Film ini? Dibandingkan menyebutnya sebagai karya yang gagal, saya mungkin akan menyebutnya sebagai pewajahan yang gagal.

Surat; Menemukan Kalimat Terindah

   Bismillahirrahmanirrahiim. Ada begitu banyak tanya menggelayut dibenakku. Ya, kebanyakan tentang takdir. Konsep mengenai takdir sebenarnya tak ada; "semua peristiwa adalah apa adanya, dengan korelasi aksi-reaksi" juga kerap datang menyapa imaji.