Ada rasa haru tersendiri saat mendengarkan lagu Aku Papua yang dipopulerkan oleh Edi Kondologit. Ada banyak hal berharga yang dapat kita petik sebagai renungan, untuk kembali menelisik konsep berbangsa, bernegara dan berdemokrasi.
Betapa tidak. Tidakkah kita teringat bagaimana ketika hari senin kita datang lebih awal untuk melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih? Bukan hanya datang lebih awal, kita bahkan mengenakan seragam yang baru saja dicuci. Sedari kecil kita telah dididik untuk menjadi seorang yang berbangsa, bernegera dan berdemokrasi dengan sebaik-baik cara. Negarawan-negarawan membuat begitu banyak kebijakan-kebijakan yang hampir-hampir mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat negera kita, negera Indonesia.
Waktu berjalan dan tentu saja kita juga bertumbuh. Memeroleh banyak pelajaran dari berbagai sumber, mencoba untuk menerjemahkan berbagai macam sudut pandang dan sikap. Ya, bernegera dihari-hari selanjutnya sudah tidak lagi sekadar menghadiri upacara pengibaran bendera setiap senin pagi.
Konsep berbangsa, bernegara dan berdemokrasi semakin bertambah kompleks. Dengan kita membaca buku-buku sejarah, harian-harian, sajian Te-Ve dan media dalam bentuk lainnya mau tidak mau menjadi faktor pemicu terbentuknya sudut pandang kita sendiri mengenai konsep berbangsa, bernegera dan berdemokrasi, ini.
Selama ini kita dengan bangganya menyuarakan betapa bangganya kita dalam menjalankan amanat kenegeraan ini, akan tetapi menjadi sangat memilukan tatkala mengetahui betapa kita telah jauh keluar dari poros kenegraan yang begitu banggakan selama ini. Bahkan sosok negerawan yang kita "nomor satukan" begitu naif dalam menjalankan "tugas-tugasnya".
Menyoalkan kebijakan-kebijakan pihak pemerintah pusat yang diperuntukkan kepada Indonesia timur seolah menyoalkan pembagian dengan angka "0" , tidak akan memeroleh titik temu. Mengepa saya menggunakan perumpamaan ini? Anggap saja kebijakan-kebijakan yang ada adalah bernilai satu sedang sumber daya yang kita berikan adalah bernilai nol. Bisakah anda membayakan betapa lucunya ketika anda memerintahkan pekerja bangunan untuk membangun rumah, memberikannya konsep dan gambar rumah yang anda inginkan namun tidak menyediakan bahan baku? . Lebih dari lucu, hal itu adalah aneh bahkan bodoh.
Dengan penuh semangat, pemerintah pusat menggempur OPM atau gerekan "separatis lainnya" baik dengan TNI pun dengan media-media yang ada. Mengemas bentuk unjuk rasa mereka menjadi bentuk perlawanan. Apakah salah bagi seorang ibu menjewer telinga anaknya karena anaknya menjadi Malin Kundang dan Sangkuriang? .
Sumber Gambar : freewestpapua.files.wordpress.com
Ya, meski tidak kesemuanya, tetapi hampir seluruhnya apa yang kita banggakan adalah "imbas" dari kekayaan tanah Papua. Mobil-mobil mewah, gedung pencakar langit dan jalan-jalan aspal-beton adalah hasil dari menguras tanah Papua. Jadi apakah salah jika masyarakat Papua melakukan hal itu? Dari tanah Papua pajak-pajak terbesar lahir, uranium terbaik dan emas-emas terbaik lahir. Bahkan kayu-kayu furnitur mewah nan indah kita, dulunya adalah pepohonan tempat masyarakat Papua berteduh dari terik matahari, hujan dan binatang buas.
Sumber Gambar : http://ns226534.ovh.net
Masih bangga dengan konsep berbangsa, bernegara dan berdemokrasi selama ini? Jika kalian adalah masyarakat Papua, dapatkah kalian sediam Papua saat ini? Renungkanlah saudaraku. Bukannya saya ingin mendukung OPM atau gerekan separatis lainnya, akan tetapi, tidakkah kita merasa terlalu angkuh atau tepatnya durhaka kepada Papua, sehingga begitu berat untuk mencoba berbesar hati dan kembali menilik konsep berbangsa, bernegara dan berdemokrasi yang selama ini kita anut dan banggakan.
Makassar, 12 Agustus 2015
Komentar
Posting Komentar